November Rain (1)

November Rain (1)

Senja meredup tergilas awan yang mulai mengamuk
Pelan tapi pasti,
Menelan cakrawala ibukota
Hitam bak tinta tumpah tercecer.
Gerak pergeseran awan itu mengiringi laju vespa tua yang kubawa
Ikut melingkupi seribu satu rasa cemas
Tapi, apa itu kecemasan?
Sekarang aku tak tahu
Dan mungkin tak akan pernah tahu
Tapi,
Biarlah hujan deras malam ini membawanya pergi
Biarlah dinginnya udara jalan-jalan gelap ini,
Menggandengnya sampai batas akhir di ujung sana
Supaya mata ini pun tidak akan melihat lagi.

Hujan,
Dingin,
Dan sepi mengisi bulan November.
Hujan yang memberikan dingin,
Dingin yang membisikkan sayup-sayup desah kesepian,
Sepi yang kurasakan saat melintas di jalan-jalan besar, ramai kendaraan lalu lalang
Sepi yang serta merta mengisi sukma,
Berhembus menebarkan aromanya
Ke seluruh relung hati terdalam.

Hujan itu pun tak segera berhenti
Dingin itu tak mau beranjak pergi
Dan, sepi ini kerasan bersemayam dalam hati,
Hati yang terus menamba,
Dambaan yang tak kunjung tiba.
Hati ini tak kuasa menidak pada apa yang sedang berlalu
Entah siapa yang punya kuasa untuk menidak.
Sekarang pun aku tidak tahu
Dan mungkin tak akan pernah tahu.
Lalu, apa yang kutahu?
Yang kutahu adalah
Bahwa sekarang ini hujan lebat,
Jaketku basah kuyup,
Ragaku capek,
Aku kedinginan dan merasa sepi.
[Lihatlah,
si sepi sedang mengintai,
mencari saat yang tepat bagi aksinya]
[www.michellesarabia.com]
Salemba Bluntas, Jakarta Pusat
08 November 2004
airdara

0 Response to "November Rain (1)"

Poems • ReflectionsStoriesCrumbsContact
free hit counters