Balkon di Lantai 8
Seorang berambut panjang mondarmandir di balkon
yang berbentuk belahan hati kurang sempurna.
Tiga kursi ada di sana
dingin,
dan hanya berteman angin malam.
Langit cerah,
tetapi dingin tetap menjadi dirinya sendiri,
dan mondarmandir tetap konsisten dengan maknanya.
Sebatang rokok tampak setia menemani.
Sebotol beer à la Korea menunggu disapa.
Merekapun menemani mondarmandir
supaya tetap konsisten dengan maknanya.
Di hadapan terhampar gedunggedung bagus.
Agak jauh mata memandang,
terlihat bukit yang meranggas,
berteman gedunggedung pencakar langit.
Di bawah terpotret orangorang berlarilari mencari kehangatan.
Gerombolan remaja berteriakteriak di jalan
bergurau tawa,
seakan merayakan kebebasan mereka.
Dan, di balkon itu,
Mondarmandir tetap konsisten dengan maknanya.
Secercah cahaya muncul dari balik bukit.
Dia datang mendekat dan bercerita tentang sesuatu
yang membuat mondarmandir tetap bersikukuh
mempertahankan identitasnya.
Cahaya itu berkata,
bahwa telah terjadi sesuatu beberapa hari yang lalu.
Ada pertemuan dua insan yang tak terduga.
Dugaan hanya sekedar ungkapan dalam tebakan.
Namun, tebakan itupun seakanakan terus akan meleset.
Balkon itu menyambut cahaya
dengan berbekal seribu satu dugaan yang terus meleset.
Lalulalang kendaraan di bawah sana sudah tak terhiraukan.
Indahnya lampulampu malam sudah tidak menarik lagi.
Yang tertinggal hanyalah katakata cahaya itu
di balkon lantai delapan,
bahwa sesuatu yang tak terduga telah terjadi
yang sekarang datang kembali meyeruduk memori
karena cahaya itu datang mengingatkan
ditemani dinginnya udara malam,
satu botol cass
satu batang surya 16
satu batang super
dan tiga kursi yang bisu.
yang berbentuk belahan hati kurang sempurna.
Tiga kursi ada di sana
dingin,
dan hanya berteman angin malam.
Langit cerah,
tetapi dingin tetap menjadi dirinya sendiri,
dan mondarmandir tetap konsisten dengan maknanya.
Sebatang rokok tampak setia menemani.
Sebotol beer à la Korea menunggu disapa.
Merekapun menemani mondarmandir
supaya tetap konsisten dengan maknanya.
Di hadapan terhampar gedunggedung bagus.
Agak jauh mata memandang,
terlihat bukit yang meranggas,
berteman gedunggedung pencakar langit.
Di bawah terpotret orangorang berlarilari mencari kehangatan.
Gerombolan remaja berteriakteriak di jalan
bergurau tawa,
seakan merayakan kebebasan mereka.
Dan, di balkon itu,
Mondarmandir tetap konsisten dengan maknanya.
Secercah cahaya muncul dari balik bukit.
Dia datang mendekat dan bercerita tentang sesuatu
yang membuat mondarmandir tetap bersikukuh
mempertahankan identitasnya.
Cahaya itu berkata,
bahwa telah terjadi sesuatu beberapa hari yang lalu.
Ada pertemuan dua insan yang tak terduga.
Dugaan hanya sekedar ungkapan dalam tebakan.
Namun, tebakan itupun seakanakan terus akan meleset.
Balkon itu menyambut cahaya
dengan berbekal seribu satu dugaan yang terus meleset.
Lalulalang kendaraan di bawah sana sudah tak terhiraukan.
Indahnya lampulampu malam sudah tidak menarik lagi.
Yang tertinggal hanyalah katakata cahaya itu
di balkon lantai delapan,
bahwa sesuatu yang tak terduga telah terjadi
yang sekarang datang kembali meyeruduk memori
karena cahaya itu datang mengingatkan
ditemani dinginnya udara malam,
satu botol cass
satu batang surya 16
satu batang super
dan tiga kursi yang bisu.
[www.stayz.com.au] |
Seoul, Korea Selatan
26 Desember 2004
airdara
26 Desember 2004
airdara
0 Response to "Balkon di Lantai 8"
Posting Komentar