Udara (6)
Selarik sajak tersusun
Butiran airmata meleleh
Isak sedih sayup terdengar
Di ujung runcingnya gulita
Di tepi banjir lara penghujung tahun
Di pusat hati yang mendamba sapa
Sore ini gelakmu masih terasa
Airmukamu masih menyisakan tanya
Bibir mungilmu masih bersenandung merdu
Memoir cinta sepasang kupukupu
Syair kebesaran seorang pujangga
Dongeng indah pembuka mimpi
Tanganmu masih hangat tertambat di gengaman
Langkahmu masih penuh harapan
Matamu masih berbinar
Manjakan diri yang kian rapuh
Dekapmu kian dingin saat malam menyela
Hatimu kian beku diterpa rintik hujan
Yang menderu
Membalas lambaian daundaun kering
Sampai kulihat dirimu terisak pedih
Jangan biarkan rintikmu ikuti hujanku
Pendarpendar bahagiamu sudah menunggumu
Di seberang waktu yang sudah pasti
Di penghujung tahun yang akan segera lewat
Dalam tawa dan derai ceria
Pergilah sesuka hatimu
Jangan biarkan luka itu makin menganga
Kan kutanggung deritaku
Kubayar smua kebodohan hatiku
Kupikul sluruh mimpi indahku
Entah kemana kan kubawa sampanku berlayar
Diamlah dalam heningmu
Kan kurasai sendiri ketidakpastian ini
Jangan biarkan dirimu ikut berkubang
Dalam lumpur kotor hatiku
Aku kan tersenyum di depanmu
Jika memang itu maumu
Butiran airmata meleleh
Isak sedih sayup terdengar
Di ujung runcingnya gulita
Di tepi banjir lara penghujung tahun
Di pusat hati yang mendamba sapa
Sore ini gelakmu masih terasa
Airmukamu masih menyisakan tanya
Bibir mungilmu masih bersenandung merdu
Memoir cinta sepasang kupukupu
Syair kebesaran seorang pujangga
Dongeng indah pembuka mimpi
Tanganmu masih hangat tertambat di gengaman
Langkahmu masih penuh harapan
Matamu masih berbinar
Manjakan diri yang kian rapuh
Dekapmu kian dingin saat malam menyela
Hatimu kian beku diterpa rintik hujan
Yang menderu
Membalas lambaian daundaun kering
Sampai kulihat dirimu terisak pedih
Jangan biarkan rintikmu ikuti hujanku
Pendarpendar bahagiamu sudah menunggumu
Di seberang waktu yang sudah pasti
Di penghujung tahun yang akan segera lewat
Dalam tawa dan derai ceria
Pergilah sesuka hatimu
Jangan biarkan luka itu makin menganga
Kan kutanggung deritaku
Kubayar smua kebodohan hatiku
Kupikul sluruh mimpi indahku
Entah kemana kan kubawa sampanku berlayar
Diamlah dalam heningmu
Kan kurasai sendiri ketidakpastian ini
Jangan biarkan dirimu ikut berkubang
Dalam lumpur kotor hatiku
Aku kan tersenyum di depanmu
Jika memang itu maumu
[windandwaterenergy.blogspot.com] |
Kebon Nanas, Jakarta Timur
22 Desember 2007
airdara
22 Desember 2007
airdara
0 Response to "Udara (6)"
Posting Komentar