Reruntuhan hati yang tak sedap dipandang

Reruntuhan hati yang tak sedap dipandang

Mobilmobil tertata rapi di area parkir yang sederhana.
Tak begitu luas,
cukup dikelilingi tamantaman,
di tengah hiruk pikuk orang berjalan,
    berebut mencari muka,
di depan reruntuhan hati
yang tak sedap dipandang.

Kulihat mobil kijang terbaru keluar.
Nomornya, B 1659 GO plat merah.
Tanpa assesori di bodinya.
Tanpa sapa dia melengggang lewat,
    di depan tempat reruntuhan hati
yang tak sedap dipandang.

Yakinkah orang dengan warna merah?
Mengapa kutanya soal warna merah?
Mobil kijang terbaru,
    dengan nomor B 1659 GO itu merah.
    Platnya juga merah.
T-shirt pengemudinya juga warna merah.
Warna lampunya pun merah.
Mengapa harus warna merah
    yang melenggang lewat
    di depan tempat reruntuhan hati  
    yang tak sedap dipandang ini?

Sekali lagi taksi melintas,
berlist merah di bodinya.
Sopirnya pun berbaju seragam merah.
Dia melintas tanpa banyak komentar,
diiringi jeritan penuh kegirangan seorang gadis gendut,
    yang tertawa sembari berjalan,
    dengan kegendutan tubuhnya,
    dengan susah payah,
    melewati tempat reruntuhan hati
    yang tak sedap dipandang.

Hijau-teduhnya suasana parkiran itu
seakanakan meranggas,
kering,
diantara mobilmobil bagus yang berjejer rapi.
Rantingrantingnya terlihat mudah sekali patah,
lemah terkulai,
seolaholah memahami jeritan tak bersumber,
dari dalam reruntuhan hati
yang tak sedap dipandang.

Runtuh dan luruh.
Diam dan bisu.
Berteman sepoi angin
yang membawa udara panas kota Jakarta.
Itulah tempat reruntuhan hati
yang tak sedap dipandang.
Menjerit,
tak ada orang yang mendengar
di selasela tempat reruntuhan hati
yang tak sedap dipandang.
Menangis-meronta  pun,
    tak ada yang tahu,
    sehingga mata hati ini pun hanya berkerling,
sedikit basah,
dan layu,
menatap tajam tempat reruntuhan hati
yang tak sedap dipandang.
Dan,
saat ini,
reruntuhan hati yang tak sedap dipandang ini
adalah realitas, potretpotret kehidupan
yang telah terekam
    oleh mata,
tubuh dan pikiran,
emosi dan segala daya jiwa.
Di sinilah kebisuan dan rasa tak berasa hadir,
sebagai latar dari tempat reruntuhan hati
yang tak sedap dipandang.
[thebridescoop.com]
Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat
12 Januari 2005
airdara

0 Response to "Reruntuhan hati yang tak sedap dipandang"

Poems • ReflectionsStoriesCrumbsContact
free hit counters