Balkon di Lantai 8

Balkon di Lantai 8

Seorang berambut panjang mondarmandir di balkon
    yang berbentuk belahan hati kurang sempurna.
Tiga kursi ada di sana
    dingin,
    dan hanya berteman angin malam.
Langit cerah,
tetapi dingin tetap menjadi dirinya sendiri,
dan mondarmandir tetap konsisten dengan maknanya.

Sebatang rokok tampak setia menemani.
Sebotol beer à la Korea menunggu disapa.
Merekapun menemani mondarmandir
    supaya tetap konsisten dengan maknanya.

Di hadapan terhampar gedunggedung bagus.
Agak jauh mata memandang,
terlihat bukit yang meranggas,
berteman gedunggedung pencakar langit.

Di bawah terpotret orangorang berlarilari mencari kehangatan.
Gerombolan remaja berteriakteriak di jalan
    bergurau tawa,
    seakan merayakan kebebasan mereka.
Dan, di balkon itu,
Mondarmandir tetap konsisten dengan maknanya.

Secercah cahaya muncul dari balik bukit.
Dia datang mendekat dan bercerita tentang sesuatu
yang membuat mondarmandir tetap bersikukuh
mempertahankan identitasnya.
Cahaya itu berkata,
bahwa telah terjadi sesuatu beberapa hari yang lalu.
Ada pertemuan dua insan yang tak terduga.
Dugaan hanya sekedar ungkapan dalam tebakan.
Namun, tebakan itupun seakanakan terus akan meleset.

Balkon itu menyambut cahaya
    dengan berbekal seribu satu dugaan yang terus meleset.
Lalulalang kendaraan di bawah sana sudah tak terhiraukan.
Indahnya lampulampu malam sudah tidak menarik lagi.
Yang tertinggal hanyalah katakata cahaya itu
    di balkon lantai delapan,
    bahwa sesuatu yang tak terduga telah terjadi
    yang sekarang datang kembali meyeruduk memori
    karena cahaya itu datang mengingatkan
    ditemani dinginnya udara malam,
    satu botol cass
    satu batang surya 16
    satu batang super
    dan tiga kursi yang bisu.
[www.stayz.com.au]
Seoul, Korea Selatan
26 Desember 2004
airdara

0 Response to "Balkon di Lantai 8"

Poems • ReflectionsStoriesCrumbsContact
free hit counters