Gelas Bisu yang Cantik

Gelas Bisu yang Cantik

Suatu sore di bulan Desember,
Aku berteman sepi.
Sejurus kilau kaca gelas bisu yang cantik
    ikut bersamaku berteman sepi
    penuh andaiandai
    membuat diri ini terus terbuai.
Gelas bisu yang cantik itu seakan memancing nafsu,
mengobrak-abrik hati yang mulai beku
disapuh andaiandai
yang terbawa angin terbuai

Tiba-tiba,
kegeraman menyeruduk
    masuk ke dalam kebekuan hati,
mengemis minta dikasihani,
dan meronta minta dilepaskan.

Tanganku gemetar memeluk gelas bisu yang cantik.
Tali-tali yang mengikat kegeraman kulepaskan;
dan,
“Prakk!!”
Gelas bisu yang cantik itu retak,
beradu dengan tembok di samping sandaranku.

Sepi semakin dingin,
sementara titiktitik embun mulai kelihatan.
Air menetes pelan dari selasela keretakan gelas bisu yang cantik,
membasahi kertas berserakan di lantai kamar,
membanjiri kegeraman dalam hatiku.

Gelas bisu yang cantik sudah retak.
Bahkan, air pun tak mau singgah.
Orang tak lagi sudi menyimpannya.
Dan, sepiku seakan menjadi sepinya.
Geramku seakan membalut keretakannya.
Sesal pun pelan-pelan datang menyapa dengan tanya:
    “Gelas bisu yang cantik,
    mengapa engkau ditakdirkan retak
    saat tangan ini memelukmu?”

Retak tetap retak.
Satusatunya engkau yang tak tergantikan telah retak,
    diacuhi orang,
    dan berlari berteman sepi.
Tetes demi tetes air pun meninggalkan kelopak mataku.
Entah mereka akan pergi ke mana?
Yang pasti,
dalam geram,
dalam sepi dan sesal ini,
aku masih berusaha menerima keretakkanmu.
[Meski kuakui,
tidak mudah bagiku.]
[urbancycles.resourcecenterchicago.org]
Salemba, Jakarta Pusat
 8 Desember 2004
airdara

0 Response to "Gelas Bisu yang Cantik"

Poems • ReflectionsStoriesCrumbsContact
free hit counters