Udara (6)

Udara (6)

Selarik sajak tersusun
Butiran airmata meleleh
Isak sedih sayup terdengar
    Di ujung runcingnya gulita
    Di tepi banjir lara penghujung tahun
    Di pusat hati yang mendamba sapa

Sore ini gelakmu masih terasa
Airmukamu masih menyisakan tanya
Bibir mungilmu masih bersenandung merdu
    Memoir cinta sepasang kupukupu
    Syair kebesaran seorang pujangga
    Dongeng indah pembuka mimpi
Tanganmu masih hangat tertambat di gengaman
Langkahmu masih penuh harapan
Matamu masih berbinar
    Manjakan diri yang kian rapuh
   
Dekapmu kian dingin saat malam menyela
Hatimu kian beku diterpa rintik hujan
    Yang menderu
        Membalas lambaian daundaun kering
Sampai kulihat dirimu terisak pedih

Jangan biarkan rintikmu ikuti hujanku
Pendarpendar bahagiamu sudah menunggumu
    Di seberang waktu yang sudah pasti
    Di penghujung tahun yang akan segera lewat
        Dalam tawa dan derai ceria

Pergilah sesuka hatimu
Jangan biarkan luka itu makin menganga
Kan kutanggung deritaku
    Kubayar smua kebodohan hatiku
    Kupikul sluruh mimpi indahku
Entah kemana kan kubawa sampanku berlayar
Diamlah dalam heningmu
Kan kurasai sendiri ketidakpastian ini
Jangan biarkan dirimu ikut berkubang
    Dalam lumpur kotor hatiku

Aku kan tersenyum di depanmu
Jika memang itu maumu
[windandwaterenergy.blogspot.com]
Kebon Nanas, Jakarta Timur
22 Desember 2007
airdara

0 Response to "Udara (6)"

Poems • ReflectionsStoriesCrumbsContact
free hit counters