Bahasa Hati

 Bahasa Hati

Siang terik membakar ubunubun peradaban kota Jakarta.
Satu meja kecil seperti terpajang
    dalam etalase kaca,
    tempat orang berlomba mencari fastfood
    untuk bergaya.
Empat kursi diam dengan dua penghuni.
Satu asbak di meja sudah mulai bertabur abu.
Dua gelas juice orange berselang melambai,
    minta segera dicium,
    untuk melegakan terik keruk kerongkongan
    yang mulai dahaga.
Dan, dua donat bersanding
bak bereaksi untuk segera mengisi perut
yang sudah mulai berdendang ria,
memainkan symphony Allelluia Hendel
bertajuk Messias.
Semua membisu,
    menjadi background atas apa yang sedang berlalu.

Dua pasang mata beradu pandang,
tak jelas apa yang mesti diadu
dalam kepulan asap pekat,
    dari dua merek rokok yang berbeda,
    dari negeri yang berbeda pula.
Mereka sengaja mengadu pandang,
tanpa penjelasan alasan,
mengapa harus diadu.
Semua serba sederhana.
Memang sangat sederhana.
Tidak butuh penjelasan,
dan pemahaman rasio filosofis
    yang hanya akan mementahkan realitas.

Perbincangan dan pertemuan
menjadi alasan;
    mengapa hanya dua kursi berpenghuni,
    mengapa hanya realitas sederhana yang terjadi,
    mengapa ada dua juice orange menanti,
mengapa ada dua donat bersanding,
dan asbak berabu di atas meja kecil.
Semua seakanakan tak mengenal arti substansi,
tetapi ada sensasi yang dipahami,
bukan oleh rasio,
melainkan oleh hati.

Lidah meloncatloncat berpindah dahan,
beralih pijakan tentang topik perbincangan.
Meski terik ada-bersama dalam keruk kerongkongan,
bergandengan mesra dengan perut yang terus berdendang,
    memainkan sebuah karya harmoni komposer ternama
    dan bersemayam dalam ubunubun kota Jakarta,
perbincangan tetap teduh,
suasana tetap membunyikan gemericik air
dari mata air kesejukan,
yang diteriakkan oleh bunyi gemuruh AC ruangan
yang setia pada tugasnya.

Awal dan akhir perbincangan pun tak jelas,
juga pertemuan yang menjadi alasan bagi si mengapa.
Namun,
detak jarum jamlah
yang bersikukuh menjelaskan semuanya.
Angkaangka yang ditunjuk oleh si jarum
tampak angkuh dan kaku,
tak kenal kompromi,
apalagi penjelasan tambahan.
Seakanakan semua ingin dijelaskan oleh waktu.
Dia ingin menjawab
    dimana,
    bagaimana,
    apa,
dan siapa,
yang di awal dan di akhir
yang menjadi awal dan akhir
yang mengawali dan mengakhiri.
Akhirnya,
jelaslah bahwa waktu telah menjelaskan
tentang awal dan akhir
dengan penjelasan yang sulit dipahami rasio,
tetapi dengan sangat pandai dan cerdas,
ditangkap oleh hati.
Hati yang menjadi awal dan akhir
    pertemuan dan perbincangan.
[twrpblackrose.blogspot.com]
Canossa
Bintaro, Jakarta Selatan
5 Januari 2005
airdara

0 Response to "Bahasa Hati"

Poems • ReflectionsStoriesCrumbsContact
free hit counters